Kamis, 20 Juni 2013

EKONOMI KERAKYATAN ATAU NEOLIBERALISME


 Neoliberalisme di Indonesia 
 berkembang secara masif , pelan dan pasti


KELUAR DARI MULUT BUAYA
AKANKAH MASUK KE MULUT HARIMAU

Ilustrasi |  Masa Penjajah
Bangsa Indonesia dulu dijajah secara fisik oleh bangsa Asing , tidak lain hanya untuk dikuras kekayaannya , dengan kata lain sebagai sapi perahan untuk memenuhi kebuthan negara penjajah, dibodohi di adudomba dimana mana kekerasan terjadi dengan tujuan rakyat biar tidak bersatu satu sama lain .sekolah sulit hanya keluarga penjajah dan orang ningkrtat saja yang diizinkan sekolah , hukum dan keadilan memipak pada kaum penjajah jadi keadilan untuk rakyat  tidak ada. Itulah gambaran sekilas tentang pederitaan rakyat Indonesia bisa diibaratkan berada di mulut buaya,.............menentang " mati ".....akankah masuk kemulut harimau .....jawabnya mari kita simak bersama

Masa sekarang
.....................???

sebelum membuat kesimpulan , mari kita mencoba mengurai  teori dan ciri ciri ekonomi Neoliberalisbe


NEOLIBERALISME

Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik yang mengurangi atau menolak campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik.

Ciri-ciri Sistem Ekonomi Neoliberal :
 

Memfokuskan pada metode pasar bebas. 

Pembatasan yang sedikit terhadap perilaku bisnis  dan hak-hak   milik pribadi. Dalam kebijakan luar negeri, neoliberalisme erat      kaitannya  dengan pembukaan pasar luar negeri melalui cara-cara politis,  menggunakan tekanan ekonomi, diplomasi, dan/atau intervensi militer. 
 
Pembukaan pasar merujuk pada perdagangan bebas. 

Pengurangan Subsidi 

Mengutamakan Privatisasi/Penjualan BUMN 

Deregulasi/Penghilangan campur tangan  pemerintahpengurangan peran negara dalam layanan sosial (Public Service) seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. 

Biaya buruh yang rendah  , sistem kerja kontrak dan outsourcing.

Neoliberalisme bertujuan mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan pasaratau perdagangan bebas (pasar bebas), dengan pembenaran mengacu pada  kebebasan.

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya

Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.

Bentuk-bentuk hambatan perdangangan antara lain:
    Tarif atau bea cukai
     Kuota yang membatasi banyak unit yang dapat    
     diimpor untuk membatasi jumlah   
     barang tersebut di pasar dan menaikkan harga
     Subsidi yang dihasilkan dari pajak sebagai bantuan 
     pemerintah untuk produsen lokal
     Muatan lokal
     Peraturan administrasi
     Peraturan antidumping.
Sejarah dan Karakteristik Pelaksanaan Neoliberalisme

Neoliberalisme dikembangkan tahun 1980 oleh IMF, Bank Dunia, dan Pemerintah AS (Washington Consensus). Bertujuan untuk menjadikan negara berkembang sebagai sapi perahan AS dan sekutunya/MNC.

“Pasar Modal” (Pasar Uang, Pasar Saham, dan Pasar Komoditas) adalah prioritas utama.Neoliberalisme lebih mengutamakan sektor keuangan (Makro) daripada sektor riel. Di Indonesia sekitar Rp 60 Trilyun/tahun untuk pemilik SBI/SUN.

Memberikan “kebijakan” pinjaman hutang dengan syarat agenda Neoliberalisme bagi dunia. Penghargaan diberikan bagi negara yang taat dan hukuman bagi yang membangkang. Afghanistan, Iraq, Korea Utara, dan Iran adalah contoh utama.

Sistem Neoliberalisme melarang campur tangan negara terhadap pengusaha/spekulan. Contohnya negara-negara di seluruh dunia tidak berkuasa menghentikan spekulasi minyak.
Setelah dijabarkan di atas,terserah Anda untuk menentukan apakah Indonesia tidak,atau hampir ataukah sudah menganut Sistem Ekonomi Neoliberal...


Sistem ekonomi pasca reformasi ditandai dengan menguatnya semangat liberalisme ekonomi. Selain itu, kebijakan perekonomian Indonesia juga makin terdikte oleh IMF dan Bank Dunia. Padahal, kedua lembaga ini punya andil dalam menjerumuskan Indonesia dalam krisis ekonomi tahun 1997.
Rezim pasca reformasi makin mengarah ke neoliberalisme. Proses ini semakin mantap. Beberapa diskusi yang ada dan para ahli ekonomi dan pengamat politik mencoba  mengidentifikasi beberapa ciri pembangunan ekonomi di bawah rezim neoliberal dalam satu dekade terakhir di Indonesia:
Pertama, keterbukaan dan ketergantungan terhadap kapital asing. Bisa dilihat pada UU No 25/2007  tentang Penanaman Modal Asing. Dalam UU PMA yang baru ini, modal asing tidak lagi dibatasi—bisa 100%. Hak guna usaha bisa 94 tahun dan, jika waktunya sudah habis, bisa diperpanjang 35 tahun lagi. Lebih tragis lagi: tidak ada lagi perlakuan berbeda antara modal asing dan domestik.
Untuk merangsang investasi asing, pemerintah menerapkan kebijakan deregulasi, pemberian insentif, pemberlakuan zona bebas perdagangan, dan pengurangan pajak bagi perusahaan multi-nasional. Hal ini menyebabkan merosotnya pendapatan negara. Nah, kerugian ini biasanya coba ditutupi  dengan menaikkan pajak untuk sektor usaha di dalam negeri atau penciptaan berbagai jenis pajak untuk rakyat.
Rezim neoliberal juga merangsang investasi dengan bersandar pada tenaga kerja murah. Ditambah pula dengan pemberlakuan pasar tenaga kerja yang fleksibel: sistem kerja kontrak dan outsourcing.
Kedua, ketergantungan negara pada utang luar negeri yang, pada gilirannya, membuat negara ini seperti “terperangkap”. Hingga April 2013, utang pemerintah Indonesia sudah mencapai kurang lebih Rp1.903 triliun.
Ada ketentuan untuk memprioritaskan pembayaran utang luar negeri ketimbang kepentingan domestik. Argumentasinya sederhana: kepercayaan investor/kreditor luar negeri penting untuk mengamankan arus masuk modal dalam pembangunan kembali ekonomi. Ini membawa dampak buruk: kemampuan negara untuk membiayai pembangunan dan investasi sosial menjadi berkurang.
Ketiga, liberalisasi arus keuangan tidak menyumbang pada investasi modal baru dalam skala besar dan aktivitas produktif jangka panjang. Arus keuangan liberal lebih mengarah pada pengejaran tingkat bunga tinggi dalam jangka pendek dan keinginan pemerintah untuk memperkuat cadangan asing. Deregulasi keuangan sering dihubungkan dengan pertumbuhan spekulan modal: masuk gampang dan keluar cepat.
Arsitektur keuangan juga berubah total. Bank-bank tidak lagi melayani sektor real. Peran bank sentral kebanyakan hanya untuk menjaga stabilitas moneter. Sedangkan fungsi yang lain, seperti mendorong penciptaan lapangan pekerjaan, tidak berjalan. Otoritas keuangan hanya bekerja untuk mengatasi soal likuiditas.
Keempat, privatisasi besar-besasan terhadap perusahaan negara. Privatisasi mendorong pengalihan kekayaan negara kepada modal swasta/asing. Selain itu, privatisasi perusahaan negara memaksa rakyat membayar mahal hasil produksi atau jasa yang dijual oleh perusahaan yang sudah diprivatisasi tersebut.
Kelima, menyerahkan layanan publik pada mekanisme pasar: pendidikan, kesehatan, air minum/bersih, penyediaan rumah, dan lain sebagainya. Akibatnya, layanan dasar tersebut menjadi “barang mewah” di mata rakyat. Dan, pada gilirannya, penyediaan layanan dasar menciptakan pengecualian, diskriminasi, dan segmentasi. Dampak kebijakan ini mengarah pada pemerosotan kualitas hidup rakyat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia makin merosot.
Keenam, pemberlakuan liberalisasi perdagangan, baik secara regional/kawasan ataupun bilateral. Ini membawa dampak berantai: mulai dari hancurnya sektor industri di dalam negeri, pertanian, hingga pasar tradisional (pasar rakyat). Pasar dalam negeri dikuasai oleh produk asing: 92% produk teknologi yang kita pakai buatan asing, 80% pasar farmasi dikuasai asing, 80% pasar tekstil dikuasai produk asing. Untuk produksi sepatu, misalnya, sepatu merk asing kuasai lebih 50% pangsa pasar. Kejadian lebih ironis terjadi di pasar buah dan sayur Indonesia: Malaysia kuasai 43 persen, Tiongkok kuasai 28 persen dan India 6 persen. Sedangkan produksi sayur dan buah lokal hanya menguasai 6 persen pangsa pasar saja. Ironis sekali!
Ketujuh, pendapatan negara bergantung, terutama sekali, pada ekspor bahan mentah. Ekspor Indonesia, misalnya, sangat bergantung kepada kekayaan alam dalam bentuk mentah: batubara, minyak, bauksit, minyak kelapa sawit, dan karet. Ini tidak berbeda jauh dengan model ekspor di jaman kolonial. Kebiasaan ekspor bahan mentah ini juga membawa banyak kerugian: kehilangan nilai tambah, kehilangan lapangan pekerjaan, dan menghilangkan basis untuk pembangunan industri dalam negeri.
Model pembangunan ini tidak berkesinambungan. Dalam beberapa tahun kedepan, kita berpotensi kehabisan sumber daya alam. Menurut catatan Prof Emil Salim, cadangan bauksit akan habis sekitar tahun 2018. Cadangan besi, nikel, tembaga akan habis dalam 10, 15, dan 45 tahun. Cadangan minyak bumi dan gas alam akan habis dalam 11 dan 33 tahun. Cadangan batubara habis dalam 64 tahun. Berbagai data juga menunjukkan, sedikitnya 1 juta hektar hutan di Indonesia rusak dan hilang per tahun.
Saudara uraian diatas adalah gambaran , INDONESIA akan terperangkap menjadi sapi perahan asing kembali atau tidak semua tergantung pada pemimpin tertinggi dinegeri ini.

Pemimpin di negeri ini atas dasar keputusan saudara semua melalui pemilu ,saudaralah yang akan menentukan arah bangsa ini

Selamat berjuang saudara ku , untuk menentukan bangsa Indonesia kembali ke penjajahan lagi atau ke alam MERDEKA

PEMILU 2014 adalah tempat saudara untuk menentukan itu semua ,dengan memilih Anggota DPR RI & PRESIDEN RI YANG BERPIHAK PADA NEOLIBERALISME ATAU EKONOMI KERAKYATAN

PILIHAN DAN KEPUTUSAN ADA DI SAUDARA !!!!!

BERSAMA PRABOWO SUBIANTO

MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA